Sunday, February 24, 2008

Mereka Hidup dari Limbah

Dalam rangka mencoba membuat film dokumenter a la amatir, kemaren gw sama temen2 ke daerah di seberang sungai di kota ini...
sungai yang bener2 legendaris...bermartabat..bersahabat..kecuali kalo aernya lagi meluap... *apaa seeeeh!!! okay, FOCUS!!!*
Kondisi yang sangat memprihatinkan, saat wanita2 pekerja keras mencari nafkah dengan memanfaatkan limbah padat pabrik karet yang dibuang di sekitar rumah mereka. Limbah padat pabrik karet selalu mengandung sisa2 karet berupa gumpalan2 kecil.
Itulah yang wanita2 ini lakukan, mengais2 limbah padat yang mengandung zat2 kimia entah apa (blom sempet analisis + cari tau) dengan tangan telanjang, tanpa pelindung apapun. Tanpa mengutamakan keselamatan dalam bekerja. JAMSOSTEK? jangan harap!
Mereka mengumpulkan gumpalan2 karet diantara limbah tersebut kemudian menjual seharga Rp. 2000,- per kg kepada mamat (pengumpul), yang juga memungut biaya dari limbah tersebut. Jelasnya, jika ingin mengais2 limbah karet tersebut, harus membayar kepada mamat 150 ribu per bulan. Harga yang sangat2 tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh, karena itu para wanita ini meminta pengurangan biaya dari PAK RT, seseorang yang menjual limbah padat pabrik kepada warga-nya. Akhirnya harga turun menjadi Rp. 100.000,- per bulan yang disetor ke PAK RT.
"Sebentar lagi ganti PAK RT, gak tau deh apa ayuk (panggilan untuk wanita yang lebih tua disini) masih bisa kerja gini lagi, kalo harga per bulan dari RT baru naik dan ayuk gak sanggup bayar ya mungkin ayuk berenti"
Di rumah gw diskusi sama bapak gw..
GW: "Kenapa yah mereka (wanita2) mau aja digituin? Disuruh ngebayar sampah?"
BAPAK : "Ya karena mereka gak tau, gak ada kerjaan lain"
GW : "PAK RT nya juga kok jahat bgt sih"
BAPAK : "Mau gak mau"
GW : "Maksudnya??"
BAPAK : "Kemungkinan perusahaan (pabrik) itu gak memenuhi persyaratan AMDAL dengan ngebuang limbahnya ke daerah pemukiman yang kebetulan 'dikuasai' PAK RT tersebut, supaya PAK RT tutup mulut soal ntu limbah, ya perusahaan 'mengijinkan' PAK RT buat 'menjual' limbah tersebut"
GW : "Kenapa warga itu mau aja???"
BAPAK : "Karena mereka juga dapet duit dari ngejual sisa2 karet yang mereka dapet dari limbah itu"
GW : "Tapi kan murah bgt, harus dikurangi dengan beli limbah itu pula"
BAPAK : "Gimana lagi"
GW : ".......*speechles*"
Latar belakang pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, ditambah kondisi ekonomi keluarga yang sangat rendah, membuat para wanita ini mau tidak mau bekerja seperti itu.
"Ayuk cuma tamat SD, suami ayuk juga tamat SD.."
"Kalo ada pekerjaan lain sih ayuk mau, kayak buat kue...tapi modal gak ada...mo jadi tukang cuci, sekarang susah, gak ada yang perlu tenaga itu...suami ayuk pendayung perahu di sungai"
"Penghasilan hari ini untuk makan hari ini..jangan harap bisa nabung.."
Seorang ibu-ibu tua juga sedang bekerja disana..
"Itu ibu saya (menunjuk wanita yang lebih tua lagi dan berkacamata yang sedang bekerja di depannya)"
"Di sana, wanita yang dua orang itu anak2 saya (Menunjuk wanita2 pekerja lain yang tidak jauh dari sana)"
Pekerjaan turun temurun...
"Anak saya cuma sekolah sampe SMP dan SD, sekarang udah pada nikah, yang belum tinggal 2 orang, sekarang kerja jadi tukang bangunan"
Ibu itu memaki baju kaos bergambar sepasang calon pejabat -entah walikota + wakil, entah gubernur + wakil, entah presiden + wakil, entah PILKADA, entah PEMILU, entah tahun kapan- kaos pembagian yang biasa dibagikan ke warga2 di kampung2 kecil seperti ini demi mendapatkan suara. warga2 di kampung2 kecil seperti ini yang tidak berharap banyak. warga di kampung2 kecil seperti ini yang dengan ikhlas memakai kaos lusuh PILKADA entah PEMILU.
Beberapa wanita membawa anak-anak mereka, ada yang masih kelas 1 SD, ada yang balita..anak2 itu bermain2 di dekat tumpukan limbah, juga tanpa pelindung apapun.
"Anak ayuk (panggilan untuk wanita yang lebih tua disini) apa gak apa2 di ajak main2 sama limbah disini?"
"Ya gak apa2 lah dek, udah biasa"
"Alhamdulillah ayuk masih bisa nyekolahin anak..sekarang yang besar SMP, yang kecil SD"
Semoga harapan mereka bisa tercapai..menyekolahkan anak untuk kehidupan lebih baik...
Apakah hasil wawancara + rekaman video ini akan kami tampilkan di film dokumenter kami yang ingin kami ikutkan di perlombaan???
Jawabannya : Gw gak tau, karena temen gw, salah seorang karyawan pabrik itu kemaren ikut dalam ekspedisi kami kemaren.
Dia tenang2 aja awalnya, sampe seorang preman yang kebetulan rumahnya deket situ marah ke kami...
"Mo ngapain lagi kalian disini, mo ngasih SEMBAKO ke orang2 ini ? Udah balek (pulang) be (aja)!! Gak usah ke rumah mereka2 ini lagi"
Temen gw itu jadi takut, dia minta hasil rekaman kami dihapus..gak usah make tema ini buat film kami..
Katanya preman disitu berkuasa, mereka bisa aja ngaduin temen gw ini ke pabrik..
Sementara perusaahan itu sekarang lagi perampingan pegawai, temen gw takut kena PHK juga..
Yang jelas kalo sampe temen gw dipecat dalam waktu dekat ini,
mungkin gw bakal menyesal seumur hidup karena membuat seorang teman kehilangan pekerjaan..
tapi mungkin gw juga bakal menyesal seumur hidup karena hanya diam melihat 'kesalahan sistem' ini atas dasar solidaritas antar teman..